Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 16 April 2016

Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

1.      Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abi Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.

2.      Pemerintahan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya. 
Pada pemerintahannya sudah diguncang  peperangan dengan Thalhah dan Zubair yang didukung oleh Aisyah (istri Nabi) karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Khalifah Utsman. Peperangan diantara mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Salah satunya adalah perang Shiffin yang diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan yang membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Perang antara Khalifah Ali dengan Muawiyyah (gubernur Damaskus) berakhir dengan tahkim (arbitrase).
Khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal di usia 63 tahun karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Khalifah Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Khalifah Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. 

3.      Pendidikan Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib  
a.       Kurikulum/Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Ali selain yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan yaitu al-Qur’an, al-Hadits, hukum Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan dan kesejahteraan sosial. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu agama kemudian dipercaya oleh masyarakat untuk mengajar atau menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Kurikulum pendidikan Islam pada masa Khalifah Ali meliputi bidang keagamaan yang mencakup akidah, ubudiyah, akhlak dan muamalah.
Selanjutnya praktek pengelolaan pendidikan pada masa ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
                                                1.        Prinsip-prinsip pendidikan.
                                                2.        Pendidikan diarahkan pada mengajarkan isi al-Qur’an.
                                                3.        Pendidikan diajarkan dengan menggunakan dialekdaerah masing-masing, sehingga sering timbul perselisihan dalam bacaan al-Qur’an.
                                                4.        Sumber pendidikan diambil dari al-Qur’an, hadits, alam sekitar dan ijtihad dalam benuk ijma’ dan qiyas.
                                                5.        Kurikulum atau rencana pelajaran meliputi:
a)      Bidang keagamaan yang mencakup akidah, ubudiyah, akhlak dan muamalah.
b)      Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
c)      Pada masa Khalifah Ali digalakkan motivasi belajar.
d)     Lembaga pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak berbeda dengan masa Rasulullah.
b.      Sasaran (Peserta Didik)
Peserta didik pada zaman khulafaur rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Mekkah, Madinah dan beberapa daerah kekuasaan Islam. Namun yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim dan mendalam penguasaannya dibidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus, yakni membentuk ahli ilmu agama sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.
c.       Tenaga Pendidik  
Yang menjadi pendidik pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairoh, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit dan Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi ulama dan pendidik.
Dalam kitab Adab al-Muallim wa al-Muta’allim disebutkan bahwa seorang pendidik harus memiliki dua belas sifat sebagai berikut:
1)      Tujuan mengajar adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah ta’ala, bukan untuk tujuan yang bersifat duniawi, harta, kepangkatan, kebenaran, kemewahan, status sosial, dan lain sebagainya.
2)      Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan terang-terangan dan senantiasa menjaga rasa takut dalam semua gerak dan diamnya, ucapan dan perbuatannya, karena dia adalah seorang yang diberi amanat dengan diberikannya ilmu oleh Allah dan kejernihan panca indera dan penalarannya.
3)      Menjaga kesucian ilmu yang dimilikinya dari perbuatan yang tercela.
4)      Berakhlak dengan sifat zuhud dan tidak berlebih-lebihan dalam urusan duniawi, qona’ah, dan sederhana.
5)      Menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
6)      Melaksanakan syariat islam dengan sebaik-baiknya.
7)      Melaksanakan amalan sunnah yang disyari’atkan.
8)      Bergaul dengan sesame manusia dengan menggunakan akhlak yang mulia dan terpuji.
9)      Memelihara kesucian lahir dan batinnya dari akhlak yang tercela.
10)  Senantiasa semangat dalam menambah ilmu dengan sungguh-sungguh dan kerja keras.
11)  Senantiasa memberikan manfaat kepada siapapun.
12)  Aktif dalam pengumpulan bahan bacaan, mengarang, dan menulis buku.
d.      Metode Pendidikan
Metode yang digunakan dalam mengajar yaitu dengan bentuk halaqoh. Yakni guru duduk dibagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulangi apa yang dikemukakan oleh para guru.
e.       Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang digunakan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib masih sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan pada zaman-zaman sebelumnya yaitu masjid, kuffah, kuttab, madrasah dan rumah-rumah sahabat yang menjadi pendidik.

Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik. Maka di luar Madinah, di pusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat-pusat pendidikan di bawah pengurusan para sahabat yang kemudian diteruskan oleh para penggantinya (tabi’in). Di pusat-pusat pendidikan tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama Islam pada muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun daerah lain. Di pusat-pusat pendidikan tersebut, muncullah madrasah yang masih merupakan sekedar tempatmemberikan pelajaran dalam bentuk halaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya. Akan tetapi, madrasah Madinah termasyhur karena di sanalah tempat para sahabat berkumpul dan mengajar. 

Referensi: 
Arief, Armai. (2004). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Angkasa.
Misbah, Ma’ruf, dkk. (1986). Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Wicaksana. Edisi 1994.
Nata, Abudin. (2011). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul. (2007). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Sukarno dan Ahmad Supardi. (2001). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Suwito dan Fauzan. (2008). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Taqiyuddin. (2016). Sejarah Pendidikan Islam (Dari Akar Sejarah Islam). Cirebon: Pangger. 

1 komentar: