Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 16 April 2016

Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam

A.   Terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan
Pada paruh kedua dari 12 tahun masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, keadaan pemerintahan dan politik yang sebelumnya cukup tenang berubah menjadi mulai bersitegang. Secara pribadi, Khalifah Utsman tidak berbeda dengan khalifah pendahulunya. Namun, keluarganya dari Bani Umayyah terus merongrong, sedangkan Khalifah Utsman sendiri lemah menghadapinya.[1] Sehingga ia terpaksa mengangkat beberapa sanak keluarganya sebagai gubernur di berbagai daerah kekuasaan Islam, sedangkan gubernur yang sebelumnya diangkat oleh Khalifah Umar bin Khatab diberhentikan oleh Utsman untuk digantikan oleh orang-orang dari pihak keluarganya. [2]
Kebijakan politik Utsman ini menimbulkan rasa tidak simpatik terhadap dirinya. Para sahabat yang semula mendukung Utsman pun kini mulai menjauh. Selain itu, di Mesir, sebagai reaksi tidak senang karena dijatuhkannya Umar bin al-Ash (gubernur) yang digantikan oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah (salah seorang keluaga Utsman), sekitar lima ratus orang berkumpul. Kemudian bergerak menuju Madinah untuk melakukan aksi protes. Kejadian ini berakhir dengan terbunuhnya khalifah Utsman oleh para pemuka aksi protes.

B.   Ali bin Abi Thalib Terpilih Menjadi Khalifah
Sepeninggal Khalifah Utsman, Ali bin Abi Thalib terpilih dan dibai’at sebagai khalifah keempat. Namun, naiknya Ali sebagai khalifah ternyata tidak disetujui oleh semua pihak. Khalifah Ali mendapat tantangan dari pihak Thalhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari Aisyah dan dari pihak Muawiyah, gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman.
Tantangan Thalhah dan Zubair berakibat pada terjadinya kontak senjata (perang) di Irak pada tahun 656 M. Pada peristiwa ini, Thalhah dan Zubair terbunuh, sementara Aisyah selamat dan dikirim kembali ke Mekah[3].
Muawiyah sebagaimana halnya dengan Thalhah dan Zubair, tidak mengakui Ali sebagai khalifah. Ia menuntut agar Ali segera mengadili dan menghukum oknum yang terlibat dalam pembunuhan Utsman. Namun, tuntutan ini tidak mendapat tanggapan serius, sehingga Muawiyah lebih jauh menuduh Ali terlibat atau, paling tidak, melindungi para pelaku. [4]
Persitegangan antara pihak Ali dengan pihak Muawiyah juga berakhir pada peperangan. Dalam peperangan tersebut, pihak Muawiyah dapat dipastikan kalah. Akan tetapi, Amr bin al-Ash (orang kepercayaan Muawiyah) menggunakan siasat untuk berdamai dengan mengangkat al-Qur’an di ujung tombak. Pada awalnya Khalifah Ali menolaknya karena tahu bahwa itu hanya tipu muslihat lawan saat terdesak. Namun pada akhirnya, Ali terpaksa menerima ajakan berdamai,[5] yang selanjutnya diadakan tahkim atau arbitrase. Dalam arbitrase tersebut, pihak Ali diwakili oleh Abu Musa bin al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin al-Ash. Menurut sejarah, kedua wakil tersebut sebenarnya telah bersepakat menjatuhkan kedua pemuka yang sedang bertikai. Namun ketika hasil tahkim akan diumumkan Amr bin al-Ash, yang terkenal politikus licik, membelok dari kesepakatan. Ia mengatakan keputusan menjatuhkan Ali dan menolak menjatuhkan Muawiyah, bahkan langsung membai’atnya sebagai khalifah pengganti Utsman.[6] Dengan adanya tahkim ini, kedudukan Muawiyah berubah menjadi khalifah tidak resmi dan Khalifah Ali sendiri menolak tunduk kepada hasil tahkim dan melepaskan jabatan kekhalifahan.

C.   Perpecahan dalam Barisan Ali
Dalam menanggapi hasil tahkim, terdapat sekelompok orang yang tidak setuju terhadap sikap dan kebijaksanaan Ali yang telah menerima tawaran dari Muawiyah. Pada akhirnya mereka tegas menolak hasil tahkim dan menyatakan keluar dari barisan Ali. Kelompok ini kemudian dikenal dengan nama al-Khawarij yang menentang Ali sekaligus Muawiyah.
Khalifah Ali pada awalnya bersiap untuk menghadapi Muawiyah terlebih dahulu. Namun terdengar berita bahwa kaum al-Khawarij sedang menuju Madinah untuk melakukan penyerangan. Keadaan ini membuat Khalifah Ali mengalihkan perhatiannya dan mengarahkan pasukannya ke Madinah. Namun Setelah berhasil mengalahkan kaum al-Khawarij, pasukan Ali yang tersisa tidak mampu untuk menumbangkan Muawiyah seperti yang telah direncanakan. Kondisi ini membuat Muawiyah leluasa berkuasa di Damaskus. Kemudian setelah Khalifah Ali meninggal, Muawiyah dengan mudahnya memperoleh pengakuan sebagai khalifah.

D.   Pembicaraan Lebih Lanjut Mengenai Kalam
Kaum al-Khawarij menganggap Ali, Muawiyah, Abu Musa dan Amr bin al-Ash telah kafir,[7] karena dipandang tidak menetapkan hukum berdasar al-Qur’an. Inilah awal sejarah munculnya persoalan kalam atau teologi dalam diskusi umat Islam.
Dari pembicaraan kaum al-Khawarij tentang iman dan kufur, yang dihubungkan dengan pelaku tahkim dan pelaku dosa besar. Berbagai persoalan kalam lain terus bermunculan dan berkembang sehingga pada masa Dinasti Bani Abbas, masa Khalifah al-Ma’mun, lahir disiplin ilmu yang terkenal dengan nama Ilmu Kalam (‘Ilmu al-Kalam). Diberi nama demikian karena masalah yang hangat diperbincangkan pada masa itu adalah masalah kalam Allah, al-Qur’an, atau karena cara pembuktian atas kepercayaan agama menyerupai logika (mantiq) di dalam filsafat. Untuk membedakan dengan logika yang digunakan di dalam filsafat, cara pembuktian para mutakallim itu dinamai kalam. [8]
Ilmu kalam ini lazim pula disebut ilmu Tauhid, ilmu Ushuluddin dan ilmu Aqaid. Disebut ilmu Tauhid karena tujuan pokok dari ilmu ini adalah meng-Esa-kan Tuhan. Disebut ilmu Ushuluddin karena objek kajiannya adalah masalah dasar dari ajaran Islam. Adapun disebut ilmu Aqaid karena yang dibicarakan adalah masalah akidah atau kepercayaan dalam agama Islam.



[1] Abu al-Fath Muhammad Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 24
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah AnalisaPerbandingan, hlm. 4.
[3] Abu al-Fath Muhammad Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, al-Minal wa al-Nihal, hlm. 25.
[4] Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1965), hlm. 254.
[5] Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 256.
[6] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, (Kairo: Dar al-Fikr, 1979), jilid VI, hlm. 39-40.
[7] Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, (Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1950), jilid I, hlm. 189.
[8] Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1964), jilid III, hlm. 9. 

Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

1.      Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abi Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.

2.      Pemerintahan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya. 
Pada pemerintahannya sudah diguncang  peperangan dengan Thalhah dan Zubair yang didukung oleh Aisyah (istri Nabi) karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Khalifah Utsman. Peperangan diantara mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Salah satunya adalah perang Shiffin yang diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan yang membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Perang antara Khalifah Ali dengan Muawiyyah (gubernur Damaskus) berakhir dengan tahkim (arbitrase).
Khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal di usia 63 tahun karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Khalifah Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Khalifah Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. 

3.      Pendidikan Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib  
a.       Kurikulum/Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Ali selain yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan yaitu al-Qur’an, al-Hadits, hukum Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan dan kesejahteraan sosial. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu agama kemudian dipercaya oleh masyarakat untuk mengajar atau menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Kurikulum pendidikan Islam pada masa Khalifah Ali meliputi bidang keagamaan yang mencakup akidah, ubudiyah, akhlak dan muamalah.
Selanjutnya praktek pengelolaan pendidikan pada masa ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
                                                1.        Prinsip-prinsip pendidikan.
                                                2.        Pendidikan diarahkan pada mengajarkan isi al-Qur’an.
                                                3.        Pendidikan diajarkan dengan menggunakan dialekdaerah masing-masing, sehingga sering timbul perselisihan dalam bacaan al-Qur’an.
                                                4.        Sumber pendidikan diambil dari al-Qur’an, hadits, alam sekitar dan ijtihad dalam benuk ijma’ dan qiyas.
                                                5.        Kurikulum atau rencana pelajaran meliputi:
a)      Bidang keagamaan yang mencakup akidah, ubudiyah, akhlak dan muamalah.
b)      Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
c)      Pada masa Khalifah Ali digalakkan motivasi belajar.
d)     Lembaga pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak berbeda dengan masa Rasulullah.
b.      Sasaran (Peserta Didik)
Peserta didik pada zaman khulafaur rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Mekkah, Madinah dan beberapa daerah kekuasaan Islam. Namun yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim dan mendalam penguasaannya dibidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus, yakni membentuk ahli ilmu agama sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.
c.       Tenaga Pendidik  
Yang menjadi pendidik pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairoh, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit dan Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi ulama dan pendidik.
Dalam kitab Adab al-Muallim wa al-Muta’allim disebutkan bahwa seorang pendidik harus memiliki dua belas sifat sebagai berikut:
1)      Tujuan mengajar adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah ta’ala, bukan untuk tujuan yang bersifat duniawi, harta, kepangkatan, kebenaran, kemewahan, status sosial, dan lain sebagainya.
2)      Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan terang-terangan dan senantiasa menjaga rasa takut dalam semua gerak dan diamnya, ucapan dan perbuatannya, karena dia adalah seorang yang diberi amanat dengan diberikannya ilmu oleh Allah dan kejernihan panca indera dan penalarannya.
3)      Menjaga kesucian ilmu yang dimilikinya dari perbuatan yang tercela.
4)      Berakhlak dengan sifat zuhud dan tidak berlebih-lebihan dalam urusan duniawi, qona’ah, dan sederhana.
5)      Menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
6)      Melaksanakan syariat islam dengan sebaik-baiknya.
7)      Melaksanakan amalan sunnah yang disyari’atkan.
8)      Bergaul dengan sesame manusia dengan menggunakan akhlak yang mulia dan terpuji.
9)      Memelihara kesucian lahir dan batinnya dari akhlak yang tercela.
10)  Senantiasa semangat dalam menambah ilmu dengan sungguh-sungguh dan kerja keras.
11)  Senantiasa memberikan manfaat kepada siapapun.
12)  Aktif dalam pengumpulan bahan bacaan, mengarang, dan menulis buku.
d.      Metode Pendidikan
Metode yang digunakan dalam mengajar yaitu dengan bentuk halaqoh. Yakni guru duduk dibagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulangi apa yang dikemukakan oleh para guru.
e.       Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang digunakan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib masih sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan pada zaman-zaman sebelumnya yaitu masjid, kuffah, kuttab, madrasah dan rumah-rumah sahabat yang menjadi pendidik.

Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik. Maka di luar Madinah, di pusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat-pusat pendidikan di bawah pengurusan para sahabat yang kemudian diteruskan oleh para penggantinya (tabi’in). Di pusat-pusat pendidikan tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama Islam pada muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun daerah lain. Di pusat-pusat pendidikan tersebut, muncullah madrasah yang masih merupakan sekedar tempatmemberikan pelajaran dalam bentuk halaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya. Akan tetapi, madrasah Madinah termasyhur karena di sanalah tempat para sahabat berkumpul dan mengajar. 

Referensi: 
Arief, Armai. (2004). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Angkasa.
Misbah, Ma’ruf, dkk. (1986). Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Wicaksana. Edisi 1994.
Nata, Abudin. (2011). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul. (2007). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Sukarno dan Ahmad Supardi. (2001). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Suwito dan Fauzan. (2008). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Taqiyuddin. (2016). Sejarah Pendidikan Islam (Dari Akar Sejarah Islam). Cirebon: Pangger. 

Selasa, 12 April 2016

Undang-undang Dasar Republik Indonesia

A.    SEJARAH PEMBENTUKAN UUD 1945
Bahwasannya konstitusi atau Undang-undang Dasar dianggap memegang peranan yang penting bagi kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah ketika pemerintah militer Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Sesuai janji Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-undang Dasar). Niat pemerintah militer Jepang tersebut dilatarbelakangi kekalahan balatentara Jepang di berbagai front, sehingga akhir Perang Asia Timur Raya sudah berada di ambang pintu. Janji Jenderal Mc Arthur “I shall return” ketika meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan menjadi kenyataan.
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002). Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta. Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo.
Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI adalah badan yang menetapkan UUD 1945 dan yang mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian hasil Sidang BPUPKI adalah:
1.      Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka;
2.      Rancangan Pembukaan UUD 1945;
3.      Rancangan Pasal-pasal UUD 1945.

B.     Pengertian UUD 1945
Undang-undang dasar ialah kumpulan aturan atau ketentuan dalam suatu kodifikasi mengenai hal-hal yang mendasar, atau pokok ketatanegaraan suatu Negara, sehingga kepadanya diberikan sifat kekal dan luhur, sedangkan untuk mengubahnya diperlukan cara yang istimewa serta lebih berat kalau dibandingkan dengan pembuatan atau perubahan peraturan perundang-undangan sehari-hari. UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas 3 (tiga) bagian, yaitu:
1.      Bagian pembukaan, terdiri atas 4 alinea.
2.      Bagian batang tubuh, terdiri dari 6 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan pengalihan, dan 2 ayat aturan tambahan.
3.      Bagian penjelasan, yang meliputi penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
Pada UUD disahkan olek PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi pembukaan dan batang tubuh saja, sedangkan penjelasan belum termasuk didalamnya. Setelah naskah resmi dimuat dan disiarkan dalam berita republik Indonesia pada tanggal 15 Februari 1946, penjelasan tersebut telah menjadi bagian dari padanya, sehingga pengertian UUD 45 seperti yng dinyatakan diatas meliputi pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan.
Sedangkan undang-undang dasar menurut UUD 45 adalah hukum tertulis. Sebagai hukum, UUD itu mengikat bagi pemerintah, lembaga Negara/masayarakat, serta bagi warga Indonesia dimanapun berada. Dan sebagai hukum,  undang-undang itu berisikan norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang dasar merupakan sumber hukum, peraturan atau keputusan pemerintah termasuk kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi, dan pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan pada ketentuan UUD 1945.
UUD sebagai hukum tertulis mempunyai kerangka tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku dan menempati kedudukan tinggi, yang mempunyai fungsi sebagai alat pengontrol bagi norma hukum yang kedudukannya lebih rendah, apakah sudah sesuai dengan UUD atau belum.
Selain UUD sebagai hukum dasar tertulis, masih ada hokum lainnya hukum dasar tidak tertulis, yaitu dalam penjelasan UUD 45 dinyatakan sebagai “Aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis’ yang dikenal dengan sebutan konvensi. Dengan adanya konvensi itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam  Undang-undang Dasar.

C.     Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD  1945
1.      Demokrasi Indonesia dalam Undang-undang Dasar 1945 hasil Amandemen 2002
Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan cita-citanya. Suatu pemerintah dari rakayt haruslah sesuai dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri.
2.      Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002
Sistem pemerintah Negara Indonesia dikenal dengan “Tujuh Kunci Pokok Sistematis Pemerintahan Negara” yang di jelaskan sebagai berikut:
a.       Indonesia ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum (Rechtstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti bahwa Negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus didasari oleh peraturan hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
b.      Sistem Konstitusional
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengadilan pemerintahn dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya. Ketentuan-ketentuan hukum merupakan produk konstitusional, ketetapan MPR, Undang-Undang Dasar dan sebagainya.
c.       Ketentuan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
Sistem kekuasaan tertinggi sebelum dilakukan amandemen dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar sebagai berikut: “Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama MPR yang sebagai penjelma seluruh rakyat Indonesia.” Namun menurut amandemen 2002 kekuasan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti terjadi suatu  reformasi kekuasaan tertinggi dalam Negara secara kelembagaan tertinggi Negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan.
d.      Presiden  ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan DPR
Kekuasaan Preseiden menurut UUD 1945 sebelum dilaksanakan amandemen, dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai berikut : “di bawah Majelis Permusyawaratan Rakya, Presiden ialah penyelenggara pememrintahan Negara, kekuasaaan yang tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan Negara,  kekuasaan dan tanggung jawab ialah ditangan Preseiden.”
e.       Preseiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR
Disamping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Preseiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Oleh karena itun Preseiden harus berkerja sama dengan DPR, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung pada DPR.
f.       Menteri Negara Ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri Negara, Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara. Menteri-menteri Negara itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung kepada DPR.
g.      Kekuasaan Kepada Negara Tidak Terbatas
Sistem ini dinyatakan dalam secara tidak eksplisit dalam UUD 1945 hasil amandemen. Menurut UUD 1945 Amandemen, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung. Dengan demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan Negara Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR.
3.      Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Menurut penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara hukum, Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Cirri-ciri suatu Negara hukum adalah :
a.       Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b.      Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuasaan lain dan tidak memihak.
c.       Jaminan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

D.    Pokok Batang Tubuh UUD 1945
1.      Bentuk dan kedaulatan (BAB I)
Dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara adalah Kesatuan yang berbentuk Republik. Dari ketentuan pasal ini jelaslah bahwa bentuk Negara Indonesia ialah  Negara Kesatuan, dan bentuk pemerintahan Indonesia adalah  Republik,  dengan Presiden sebagai kepala Negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu jangka waktu tertentu kemeudian dalam pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat diseluruh Negara, dan kekeuasaaan tertinggi itu dijalnkan sepenuhnya oleh rakyat menurut Undang-Undang Dasar. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945 ayat-ayat hasil Amnademen 2002, tidak dikenal lagi adanya lembaga Negara yang memiliki kekuasaan tertinggi.
2.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (BAB II)
Pasal 2 UUD 1945 disebutkan bahwa MPR terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Adapun kewenangan MPR berubah bukan lagi sebagai memiliki kekuasaan tertinggi melainkan  terbatas pada hal-hal berikut :
a.       Mengubah dan menetapkan UUD
b.      MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden
c.       Atas usulan DPR dan keputusan MK, memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
3.      Kekuasaan Pemerintahan Negara (BAB III)
Dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden  Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen , presiden dan wakil presiden sekarang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu sehingga keduanya memiliki legitimasi yang kuat. Dari segi kedudukan, presiden/wakil presiden juga tidak lagi dibawah MPR, melainkan sederajat. Namun, masa jabatan presiden dan wakil presiden sudah mendapat pembatasan yang jelas dan tegas.
Jika melanggar konstitusi atau hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR. Namun, sebelum mengajukan usul itu kepada MPR, DPR harus lebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran presiden itu. Jika MK memutuskan presiden terbukti melakukan pelaggaran, barulah DPR mengadakansidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhetian presiden kepada MPR.
4.      Kementrian Negara (BAB V UUD 1945)
Dalam pasal 17 UUD  1945 hasil amandemen 2002 ditegaskan bahwa Presiden dibantu oleh Menteri-menteri ayat (1), dan Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden ayat (2), Menteri-menteri itu membidangi urusan teretntu dalam Pemerintahan ayat (3). Dalam hubungannya dengan pembentukan, pengubahan dan pembubaran suatu kementerian Negara diatur dalam Undang-undang ayat (4). Ayat ini dalam UUD lama belum diatur, sehinggaeksistensi suatu departemen sering menjadi suatu masalah Negara, karena memang bukan Negara federal (serikat). Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas untuk melancarkan jalannya pemerintahan.
5.      Pemerintahan Daerah (BAB VI)
UUD 1945 sebelum di amandemen membagi daerah di Indonesia menjadi daerah besar dan daerah kecil. Namun, berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, daerah tersebut terbagi atas daerah provinsi, kabupaten,, dan kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintah daerah yang mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang para anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing merupakan kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis.
6.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)(BAB VII)
Para anggota DPR dipilih lewat pemilihan umum. Fungsi dan hak DPR kini disebut scara langsung dalam UUD 1945. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Adapun hak-hak yang dimiliki DPR—secara kelembagaan—adalah hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat. Secara perseoranga, setiap anggota DPR mempunyai hak untuk mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta memiliki hak imunitas .
7.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (BAB VIIA)
DPD dapat mengajukan kepada DPR  Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitann dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan derah, pengelolaan sumber daya alam, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas RUU tentang hal-hal tersebut serta memberikan pertimbangan kepaa DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan berbagai masalah otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta hal-hal lain seperti tersebut diatas.
8.      Pemilihan Umum (Pemilu) (BAB VIIB)
UUD 1945 hasil amandemen secara langsung juga mengatur perihal pemilihan umum (pemilu). Pemilu dilaksanakan seara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Peserta pemiluuntuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Peserta emilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan .
9.      Hak Keuangan (BAB VIII)
Dalam pasal 23 UUD 1945 ditegaskan bahwa Anggaran nbelanja dan anggaran pendapatan Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dalam Undang-Undang secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ayat (1). Ketentuan ini adalah mengenai hak DPR untuk mengadakan pengawasan terhadap pemerintah dibidang keuangan. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pememriksaan Keuangan (BPK) dan hasil pemeriksaan itu harus diberitahukan kepada DPR (Undang-Undang No.5 1973).
10.  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (BAB VIIIA)
BPK kini masuk dalam pengaturan tersebdiri dalam UUD 1945 hasil amandemen. BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Tugasnya, memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR dan DPRD sesuai dengan kewenangannya .
11.  Kekuasaan Kehakiman (BAB IX UUD 1945)
Kekuasaan kehakiman diatur lebih tegas dan jelas dalam hal kemerdekaan dan pelaksanaan tugas. Dalam kekuasan kehakiman, selain MA yang selama ini sudah ada, ditambahkan dua lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) untuk memperkuat upaya penegakan hukum dan keadilan. Selama ini bilamana terjadi perselisihan antara lembaha tinggi Negara, menguji Undang-Undang, sengketa kewenangan lembaga Negara dalam hubungannya dengan sumber hukum yaitu UUD.
12.  Wilayah Negara (BAB IXA)
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002, membuat ketentuan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batasa dan hak-haknya ditetapkan oleh Undang-Undang.
13.  Warga Negara dan Penduduk (BAB X)
Dalam pasal 26 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan, bahwa yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli orang-orang bangsa lain yang di sahkan dengan Undang-Undang sebagai warga Negara, ayat (1). Hal ini berarti bahwa yang dapat menjadi warga Negara Indonesia adalah juga dari orang-orang dari keturunan bangsa lain. Kemudian pengertian penduduk adalah warga Negara Indonesia dan warga Negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia, ayat (2).
14.  Agama (BAB XI)
Dalam pasal 29 UUD 1945 diatur prihal keyakinan warga Negara dalam kehidupan keagamaan sebagai berikut :
a.       Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 29 ayat 1)
b.      Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk mememluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2)
15.  Pertahanan dan Keamanan Negara (BAB XII)
Pasal 30 UUD 1945 menegaskan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara, ayat (1). Dengan demikian adalah suatu hak dan kewajiban serta tanggung jawab setiap warga Negara Indonesia untuk ikut serta dalam pertahanan Negara, mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Adapun usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukungnya, ayat (2).
16.  Pendidikan Dan Kebudayaan (BAB XIII)
Dalam UUD 1945 hasil amandemen,pendidikan dan kebudayaan juga mendapat penambahan aturan yang cukup berarti. Selain sebagai hak, pendidikan dasar kini menjadi kewajiban untuk diikuti warga negara. Disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemeritah wajib membiayainya.
Pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal pendanaan, negara diharuskan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggarakan pendidikan nasional. Dalam bidang budaya, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan engembangkan nilai-nilai budaya.
17.  Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Sosial (BAB XIV)
Kegiatan perekonomian sekarang dikaitkan dengan isu-isu penting nasional dan internasional. Disebutkan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, dan berkelanjutan. Selain itu, perekonomian juga harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Adapun dalam masalah kesejahteraan rakyat, ditambahkan beberapa tanggug jawab yang harus dipikul negara. Antara lain, disebutkan, negara mengembagkan sistem jaminan sosial bagi rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Negara juga bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
18.  Bendera, Bahasa, Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (BAB XV)
a.       Pasal 35 UUD 1945 menegaskan bahwa Bendera Bangsa Indonesia ialah Sang Merah Putih
b.      Pasal 36 UUD 1945 menyatakan bahwa Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia
c.       Pasal 36A UUD 1945 menyatakan Lambang Negara Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
d.      Pasal 36B UUD 1945 menyatakan Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
19.  Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (BAB XVI)
Pasal terakhir undang-undang dasar 1945 hasil amandemen pasal 37, memuat 5 ayat berkaiatan dengan ketentuan tentang perubahan Undang-Undang Dasar, sebagai berikut:
a.       Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. 
b.      Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
c.       Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, siding Majelis Permusyawaratn Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
d.      Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50%  ditambah satu dari seluruh anggota majelis permusyawaratan rakyat.
e.       Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

E.     Hubungan Antara Lembaga-lembaga Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
1.      Hubungan Antara MPR dan Presiden
MPR sebagai pemegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat sesuai dengan UUD 1945 (pasal 1 ayat 2), disamping DPR dan Presiden. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 bahwa baik presiden maupun MPR dipilih langsung oleh rakyat, pasal 2 ayat (1) dan pasal 6A ayat (1). Bern\beda dengan kekuasaan MPR menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen 2002, yang memiliki kekuasaan tertinggi dan mengangkat serta memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sesuai ketentuan UUD 1945 hasil amandemen 2002, maka presiden dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya baik karena permintaan sendiri atau karena tidak dapat melakukan kewajibannya maupun diberhentikan oleh MPR. Pemberhentian Presiden oleh MPR sebelum masa jabatan berakhir, hanya mungkin dilakukan jikalau Presiden sungguh-sungguh telah melanggar hukum berupa penghianatan terhadapa negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, pasal 7A.
2.      Hubungan Antara MPR dan DPR
MPR terdiri atas anggota-anggotaDPR, dan anggota-angota DPD yang dipilih melalui pemilu. MPR menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat dasar, yang bersifat struktural dan memiliki kekuasaan untuk mengubah UUD, maka antara DPR dan MPR harus melakukan kerjasama yang simultan dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dilakukan Presiden. 
MPR mempunyai tugas yang sangat luas, melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan UU serta peraturan-peraturan lainnya agar UU dan peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD 1945. Melalui wewenang DPR ia juga menilai da mengawasi lembaga-lembaga lainnya.
3.      Hubungan Antara DPR dan Presiden
Sebagai sesama lembaga dan sesama anggota legislatif, maka DPR dan Presiden bersama-sama mempunyai tugas antara lain:
a)      Membuat Undang-Undang
Membuat undang-undang berarti menentukan kebijakan politik yang diselenggarakan oleh Presiden (pemerintah).
b)      Menetapkan Undang-Undang tentang anggaran pendapatan dan belanja Negara
Menetapkan budget negara pada hakikatnya berarti menetapkan rencana kerja tahunan. DPR melalui anggaran belanja yang telah disetujui dan mengawasi pemerintah dengan efektif. Didalam pekerjaan membuat UU.
Bentuk kerjasama dantara DPR dan Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya. Presiden harus memperhatikan, mendengarkan, berkonsultasi dan dalam banyak hal, memberikan keterangan-keterangan serta laporan-laporan kepada DPR dan meminta pendapatnya.
4.      Hubungan Antara DPR dengan Menteri-Menteri
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa menteri-menteri diangkat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (pasal 17 Ayat 2), sedangkan dalam penjelasannya dikemukakan bahwa menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab pada DPR, artinya kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan, akan tetapi tergantung kepada Presiden.
Menteri-menteri tidak dapat dijatuhkan dan atau diberhentikan oleh DPR, akan tetapi sebagai konsekuensinya yang wajar (logis) dari tugas dan kedudukannya, ditambah pula ketentuan dalam penjelasan yang menyatakan bahwa presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Oleh karena itu menteri-menteripun juga tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan DPR. Yang berakibat diberhentikannya menteri oleh Presiden.
5.      Hubungan antara Presiden dan Menteri-Menteri
Presiden mengangkat dan memberhentihan menteri-menteri negara (pasal 17 ayat 2) dan menteri-menteri itu formal. Mereka adalah pembantu Presiden (pasal 17 ayat 1). Meskipun kedudukan para menteri negara tergantung kepada Presiden, mereka bukan pegawai tinggi biasa, oleh karena itu menteri-menterilah yang terutama menjalankan pemerintahan dalam prakteknya.
Berhubungan dengan itu menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menuntun politik negara yang menyangkut departemennya. Memang yang dimaksud adalah bahwa para menteri itu pemimpin-pemimpin negara. Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi daam pemerintah negara, para menteri bekerja satu sama lain secara erat dibawah pimpinan Presiden.
6.      Hubungan Antara Mahkamah Agung dengan Lembaga Negara Lainnya
Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara dalam bidang kehakiman dari tingkat yang lebih tinggi, berwenang menyatakan tidak sah peraturan perundangan dari tingkat yang lebih tinggi. Putusan tentang tidak sah peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubungan perundangan yang dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan oleh instansi nyang bersangkutan. Ketentuan ini mengatur tentang hak menguji dari Mahkamah Agung, yang mengandung makna, bahwa Mahkamah Agung berhak untuk menguji secara material peraturan yang lebih rendah tingkatnya dari Undang-Undang mengenai sah atau tidaknya dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam proses reformasi dewasa ini Mahkamah Agung merupakan ujung tombak terutama memberantas KKN untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih sebagaimana diamanatkan oleh Tap No. XI/MPR/1998. Mahkamah Agung Harus bbasdari pengaruh kekuasaan ataupun lainnya.
7.      Hubungan Antara BPK dan DPR
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memeriksa langsung tanggung jawab tentang keuangan  negara dan hasil pemeriksaanya itu diberitahukan kepada DPR, DPD dan DPRD (pasal 23E ayat 2) untuk mengikuti dan menilai kebijaksanaan ekonomis finansial pemerintah yang dijalankan oleh aparatur administrasi negara yang dipimpin oleh pemerintah.
Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang BPK menegaskan, bahwa BPK adalah lembaga tertinggi negara yang dalam pelaksanaan terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, akan tetapin tidak berdiri diatas pemerintah.

F.      Hak Asasi Manusia Menurut Undang-Undang Dasar 1945
1)      Hak-Hak Asasi Manusia dan Permasalahnya
 Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir mendadak sebgaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam peradaban sejarah manusia. Dari presepektif sejarah deklarasi yang ditanda tangani oleh Majelis Ulama PBB tersebut dihayati  sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khusunys yang tergabung dalam PBB.
Dalam akar kebudayaan Indonesia pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manuisa telah dimulai berkembang, misalnya dalam masyarakat Jawa telah dikenal dengan istilah “Hak Pepe” yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa. Seperti  hak mengemukakan pendapat.
2)      Penjabaran Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandngan filosofis tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Berdasarkan pada tujuan negara sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia para warganya terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hak asasi bidang politik, ekonomi, soaial, kebudayaan, pendidikan dan agama.