Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 30 Maret 2016

Orientasi Filsafat Pendidikan


A.    Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah bagian dari Ilmu Filsafat, maka dalam mempelajari filsafat ini perlu memahami lebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dalam hubungannya dengan masalah pendidikan. Berikut ini dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan oleh beberapa ahli.
                              1.            John Dewey
Filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
                              2.            Prof. Imam Barnadib
Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah pendidikan.
                              3.            Van Cleve Morris
Morris menyatakan, “secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena pada dasarnya bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, tetapi juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan yang lebih baik.
                              4.            John S. Brubacher
Brubacher, ahli filsafat pendidikan Amerika, berpendapat bahwa “ada pendapat yang menyatakan tidak ada filsafat pendidikan sama sekali. Menganggap filsafat yang berpredikat pendidikan, sebenarnya seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda. Filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggang pendidikan. Pendapat lainnya menyatakan bahwa filsafat pendidikan itu dapat berdiri sendiri secara bebas. Ia memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum, meskipun kaitan demikian tidak penting. Oleh karenanya ada pendapat yang menyatakan bahwa telah erjadi perpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan. Oleh karenanya filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap”.
Dengan demikian, filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dengan segala tingkat. Untuk menyelesaikan permasalahan kependidikan, ada tiga disiplin ilmu yang membantu filsafat pendidikan, yaitu:
1.      Etika atau teori tentang nilai
2.      Teori ilmu pengetahuan atau epistimologi
3.      Teori tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan, yang disebut metafisika

B.     Hubungan Filsafat dan Pendidikan
Filsafat memberi dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das Sollen (yang seharusnya), sedangkan pendidikan mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi masukan dari realita terhadap pemikiran ideal pendidikan dan manusia. Jadi, ada timbal balik di antara keduanya.
1.      Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan berbekal teori-teori pendidikan yang diberikan antara lain oleh pemikiran filsafat.
2.      Dasar pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita, terutama manusia. Maka dibahaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan metodologi pendidikan.
Sebaliknya pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran pendidikan.

C.     Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
1.      Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan.
2.      Mermuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan.
3.      Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
4.      Merumuskan hubungan  antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
5.      Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sitem pendidikan).
6.      Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup pemikiran yang mendasar tentang permasalahan fundamental manusia, maka menurut W.H. Kilpatrick, filsafat pendidikan mempunyai tiga tugas pokok, yaitu:
1.      Memberikan kritik-kritik terhadap asumsi yang dipegang oleh para pendidik.
2.      Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan.
3.      Melakukan evaluasi secara kritis tentang berbagai metode pendidikan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang telah dipilih.

D.    Filsafat Sebagai Metode Berpikir  
1.      Berpikir bagi manusia
Berpikir itu berbeda dengan pikiran. Adapun batas-batas perbedaannya adalah:
a)      Berpikir yaitu aktivitas jiwa yang disebut pikiran untuk menentukan hubungan atau sangkut paut antara pengetahuan-pengetahuan dan atau masalah yang dihadapi.
b)      Pikiran yaitu kemampuan jiwa untuk menentukan hubungan antara pengetahuan-pengetahuan dan atau sangkut paut masalah yang dihadapi.
2.      Hasil proses berpikir
a)      Pengertian atau konsep
b)      Pendapat atau keputusan
c)      Kesimpulan atau pemikiran
3.      Bentuk-bentuk berpikir
a)      Berpikir secara pengalaman (Routine thinking)
b)      Berpikir secara ingatan (Representative thinking)
c)      Berpikir reproduktif
d)     Berpikir kreatif
e)      Berpikir rasional
4.      Aspek-aspek peranan berpikir dalam kehidupan manusia
a)      Aspek ekonomis
b)      Aspek kulturil (kebudayaan)
c)      Aspek peradaban
5.      Faedah dan bahaya berpikir
Ditinjau dari segi faedahnya antara lain:
a)      Dengan berpikir terciptalah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
b)      Berpikir memberikan tuntutan kepada manusia dalam usahanya mencari jalan yang benar dan baik.
c)      Berpikir dapat memberikan penyelesaian dalam usaha memecahkan persoalan hidup.

Adapun bahayanya antara lain adalah:
a)      Karena berpikir ditemukan jalan kearah perbuatan yang sesat.
b)      Dengan berpikir di buatlah alasan-alasan untuk membenarkan perbuatan yang sesat.
c)      Dengan berpikir dapat menimbulkan rasa bahwa akal itu dapat mengetahui segala-galanya.

E.     Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan
1.      Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadiaan. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana. Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Untuk itulah, fisafat progresivisme menghendaki sisi pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing. Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
2.      Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
3.      Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah-arah tujuan yang jelas merupakan tugas utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.

4.      Aliran Rekonstruksionisme
Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1986: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi harus diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
5.      Aliran Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM). Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan ideal. Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan.
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki. Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada.
6.      Aliran Realisme
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi realisme menjadi dua, yaitu:
a.       Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religius.
b.      Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas, sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Selain realisme rasional dan realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai realisme, yaitu neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
7.      Aliran Materialisme
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan spiritual, atau super natural. Demokritos (460-360 SM) merupakan pelopor pandangan meterialisme klasik yang disebut juga atomisme. Demokratis beserta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atom).
8.      Aliran Pragmatisme
Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles Sandre Peirce, William James, John Dewey, Heracleitos. Abad ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, diantaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan,kepraktisan, getting things done.
9.      Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relative. Karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.

Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain daripada yang lain. Sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar