A.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan adalah bagian dari Ilmu Filsafat, maka dalam mempelajari filsafat
ini perlu memahami lebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dalam
hubungannya dengan masalah pendidikan. Berikut ini dikemukakan pengertian
filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan oleh beberapa ahli.
1.
John
Dewey
Filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran
mengenai pendidikan.
2.
Prof.
Imam Barnadib
Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan
filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan
masalah pendidikan.
3.
Van
Cleve Morris
Morris menyatakan, “secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan
adalah studi filosofis, karena pada dasarnya bukan alat sosial semata untuk
mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, tetapi juga
menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan
mencapai hari depan yang lebih baik.
4.
John
S. Brubacher
Brubacher, ahli filsafat pendidikan Amerika, berpendapat bahwa “ada
pendapat yang menyatakan tidak ada filsafat pendidikan sama sekali. Menganggap
filsafat yang berpredikat pendidikan, sebenarnya seperti menaruh sebuah kereta
di depan seekor kuda. Filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggang
pendidikan. Pendapat lainnya menyatakan bahwa filsafat pendidikan itu dapat
berdiri sendiri secara bebas. Ia memperoleh keuntungan karena punya kaitan
dengan filsafat umum, meskipun kaitan demikian tidak penting. Oleh karenanya
ada pendapat yang menyatakan bahwa telah erjadi perpaduan antara pandangan
filosofis dengan filsafat pendidikan. Oleh karenanya filsafat diartikan sebagai
teori pendidikan dalam segala tahap”.
Dengan demikian, filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan
penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Oleh karena
ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan
dengan segala tingkat. Untuk menyelesaikan permasalahan kependidikan, ada tiga
disiplin ilmu yang membantu filsafat pendidikan, yaitu:
1.
Etika
atau teori tentang nilai
2.
Teori
ilmu pengetahuan atau epistimologi
3.
Teori
tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan, yang disebut
metafisika
B.
Hubungan
Filsafat dan Pendidikan
Filsafat
memberi dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das Sollen
(yang seharusnya), sedangkan pendidikan mengimplementasikan dasar-dasar
tersebut, tetapi juga memberi masukan dari realita terhadap pemikiran ideal
pendidikan dan manusia. Jadi, ada timbal balik di antara keduanya.
1.
Hubungan
keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang
lebih baik, sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam
kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan
berbekal teori-teori pendidikan yang diberikan antara lain oleh pemikiran
filsafat.
2.
Dasar
pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita, terutama
manusia. Maka dibahaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup.
Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan
metodologi pendidikan.
Sebaliknya pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan
pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran pendidikan.
C.
Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan
1.
Merumuskan
secara tegas sifat hakiki pendidikan.
2.
Mermuskan
hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan.
3.
Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
4.
Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan dan teori pendidikan.
5.
Merumuskan
hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sitem pendidikan).
6.
Merumuskan
sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yang menjadi tujuan
pendidikan.
Filsafat
pendidikan mempunyai ruang lingkup pemikiran yang mendasar tentang permasalahan
fundamental manusia, maka menurut W.H. Kilpatrick, filsafat pendidikan
mempunyai tiga tugas pokok, yaitu:
1.
Memberikan
kritik-kritik terhadap asumsi yang dipegang oleh para pendidik.
2.
Membantu
memperjelas tujuan-tujuan pendidikan.
3.
Melakukan
evaluasi secara kritis tentang berbagai metode pendidikan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang telah dipilih.
D.
Filsafat
Sebagai Metode Berpikir
1.
Berpikir bagi manusia
Berpikir itu berbeda dengan pikiran. Adapun
batas-batas perbedaannya adalah:
a)
Berpikir yaitu aktivitas jiwa yang disebut
pikiran untuk menentukan hubungan atau sangkut paut antara
pengetahuan-pengetahuan dan atau masalah yang dihadapi.
b)
Pikiran yaitu kemampuan jiwa untuk menentukan
hubungan antara pengetahuan-pengetahuan dan atau sangkut paut masalah yang
dihadapi.
2.
Hasil proses berpikir
a)
Pengertian atau konsep
b)
Pendapat atau keputusan
c)
Kesimpulan atau pemikiran
3.
Bentuk-bentuk berpikir
a)
Berpikir secara pengalaman (Routine thinking)
b)
Berpikir secara ingatan (Representative thinking)
c)
Berpikir reproduktif
d)
Berpikir kreatif
e)
Berpikir rasional
4.
Aspek-aspek peranan berpikir dalam kehidupan
manusia
a)
Aspek ekonomis
b)
Aspek kulturil (kebudayaan)
c)
Aspek peradaban
5.
Faedah dan bahaya berpikir
Ditinjau dari segi faedahnya antara lain:
a)
Dengan berpikir terciptalah ilmu pengetahuan
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
b)
Berpikir memberikan tuntutan kepada manusia
dalam usahanya mencari jalan yang benar dan baik.
c)
Berpikir dapat memberikan penyelesaian dalam usaha
memecahkan persoalan hidup.
Adapun bahayanya antara lain adalah:
a)
Karena berpikir ditemukan jalan kearah
perbuatan yang sesat.
b)
Dengan berpikir di buatlah alasan-alasan untuk
membenarkan perbuatan yang sesat.
c)
Dengan berpikir dapat menimbulkan rasa bahwa
akal itu dapat mengetahui segala-galanya.
E.
Aliran-aliran
Dalam Filsafat Pendidikan
1.
Aliran
Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive
menghadapi semua tantangan hidup. Aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi pembinaan kepribadiaan. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme
ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant
Schiller, dan Georges Santayana. Aliran progresivisme telah memberikan
sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan
dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Oleh karena itu,
filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Untuk itulah,
fisafat progresivisme menghendaki sisi pendidikan dengan bentuk belajar
“sekolah sambil berbuat” atau learning by doing. Dengan
kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu
diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan
pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga
berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value),
sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun
psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
2.
Aliran
Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan
pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda
dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
3.
Aliran
Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang. Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil
pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untuk bersikap tegas dan
lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan
arah-arah tujuan yang jelas merupakan tugas utama dari filsafat, khususnya
filsafat pendidikan. Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir
secara induktif. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah
modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
4.
Aliran
Rekonstruksionisme
Dalam konteks filsafat pendidikan,
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada
prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis
kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1986: 340), kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan
tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan
spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia
dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.Di samping itu, aliran ini
memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya
teori, tetapi harus diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan
masyarakat bersangkutan.
5.
Aliran
Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM). Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia
idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea.
Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan ideal. Keberadaan idea tidak tampak
dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa
murni. Yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya
sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh
material. Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah
menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut
kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan.
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan
lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu
apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti
ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya.
Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan
asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki. Prinsipnya, aliran idealisme
mendasari semua yang ada.
6.
Aliran
Realisme
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan
dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi realisme
menjadi dua, yaitu:
a.
Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi
adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari
realisme klasik dan realisme religius.
b.
Realisme
natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal
manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas, sebab akibat,
serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Selain realisme
rasional dan realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai
realisme, yaitu neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan
dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan
prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan
realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan
pandangan berbeda antara empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan
absolutisme, serta eudaemonisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
7.
Aliran
Materialisme
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan
spiritual, atau super natural. Demokritos (460-360 SM) merupakan pelopor pandangan
meterialisme klasik yang disebut juga atomisme. Demokratis beserta para
pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil
yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atom).
8.
Aliran
Pragmatisme
Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya
berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia
dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat
ini adalah: Charles Sandre Peirce, William James, John Dewey, Heracleitos. Abad
ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, diantaranya ialah Karl Marx (1818-1883)
di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua
pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh
positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan
pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan
dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan,kepraktisan, getting things
done.
9.
Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung
jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang
benar dan tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relative. Karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam
filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Bagi eksistensialis,
ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis,
bukan melulu harus menjadi seorang yang lain daripada yang lain. Sadar bahwa
keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi
bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan
sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar